Jumat, Maret 04, 2011

tak pernah mengganggapmu sahabat...maaf

Sahabatku,
Izinkan aku bercerita ...

Tak perlu kau bangun dari tidurmu
Tak usah bersuara menyambutku
Tak perlu kau tersenyum untukku
Ku cukup bahagia berada di sini
Di sisimu, memandangmu,
Tanpa perlu kau tahu ...

Telah jauh, ku mendaki
Sesak udara di atas puncak khayalan
Jangan sampai kau di sana

Telah jauh, ku terjatuh
Dan kini sampailah, aku disini...
Yang cuma ingin diam,
duduk di sampingmu, di tempatmu
Itu saja yg kuinginkan ..

Sahabatku, bukan maksud hati membebani,
Tetapi...usai tangis ini, aku kan berjanji...
Untuk diam, duduk di tempatmu, lalu perlahan pergi meninggalkanmu, dan menentang malam, tanpa bimbang lagi..

Demi kamu yang lelah bermimpi
Dan berbisik : "Selamat tidur, tak perlu bermimpi bersamaku lagi..."

Sahabatku...terakhir aku terbangun dari tidurku,Perasaan sesak di tiap rongga pernafasanku, sampai akhirnya aku pun tersadar dari mimpiku.."sadar dengan keadaanku yg skarang...Salahkah aku ?? atau salahkanlah aku ??? Memang aku yg salah...Aku pun tau itu, mungkin maafku sdh tdk berlaku lagi di dalam kamusmu, tapi izinkanlah aku minta maaf sekali lagi !!!" Maap klo orang sunda bilang...

Sahabatku,
Melukiskanmu saat senja
Memanggil namamu ke ujung dunia
Tiada yang lebih pilu,
Tiada yang menjawabku selain hatiku
Dan ombak berderu

.... .... ....
.... .... .... ....

Ya Tuhanku,
Tiap udara yang aku hembuskan dari hati..
Ku tunduk bersujud kepada-Mu
dan Ku mulai berdoa ..."Ya Allah berikanlah segala yg terbaik u/ nya...............Amin "

Lelahnya jiwaku
Beratnya langkahku
Peluklah semua tanyaku
Jawablah dengan cara-Mu,

Ya Allah..."Engkaulah yg maha membolak-balikkan hati dan Engkaulah yg maha berkehendak, Kun Faya kun"

.:Mohon Maaf atas semua salah yg mungkin tak termaafkan:.

Sahabatmu,

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hati saya rindu pada nilai keterus-terangan, tapi setiap hari saya terus
berdusta, langsung dan tak langsung, di belakang orang dan bermuka-muka,

Nilai ketertiban ingin saya tegakkan, tapi bila lampu merah di simpang jalan
menyala, dan mobil-mobil di belakang saya bising dengan klaksonnya, saya pun
melanggar lampu merah itu tanpa rasa bersalah,

Nilai sedekah saya hitung dengan akuntansi pahala dan publikasi media massa.
Kalau sumbangan saya tidak mendapat di halaman depan atau diliput kamera
tayangan berita, sifat ingin menonjol saya tidak sudi dikorbankan,

Nilai ikhlas dalam beramal, saya campur-adukkan dengan sifat riya’, karena
saya gemar benar mengatakan dan menunjukkan kepada teman-teman saya, bahwa
saya pemegang medali emas, pemenang nomer satu dalam olimpiade keikhlasan,

Nilai kejujuran saya tegakan mati-matian untuk seluruh bangsa, tapi kalau
kawan-kawan menawarkan proyek dengan mark-up setinggi pohon kelapa, atau
apa saja sepak-terjang yang melibatkan pemasukan uang, demi ideologi nilai
kejujuran itu saya skors sementara,

Nilai kerja-keras bercucuran peluh selalu saya ajarkan kepada
anak-cucu-kemenakan saya, tapi sebenarnya dalam praktek sehari-hari jalan
memotong yang saya kerjakan, dan itu saya sembunyikan,

Nilai menghargai nyawa manusia, heran sekali saya, pudar dalam diri saya.
Melihat anak muda dipukuli massa, lembam-lembam, berdarah-darah tak
berdaya, karena ketahuan melarikan motor bukan miliknya, kemudian tergeletak
sebagai mayat, saya tidak haru lagi seperti lima tahun yang lalu. Saya pergi saja
dari kerumunan massa yang pemarah itu, yang tak bertanya a atau u,

Saya sudah kebal. Saya sudah kebal.

Kemudian sore ini saudara saya bertanya pada saya, bagaimana jati diri saya?

Saya beberapa detik memandang saudara. Ini mengejek, menyindir, menusuk
perasaan, atau apa ?

Lihat saja sepatu saya berkubang lumpur, celana saya terpecik lumpur
bercampur air selokan kumuh, wajah saya keruh, pusat susunan syaraf saya
berlumpur, hati saya berbalut lumpur. Cukup ?

Sekarang tolong saya membersihkan ini semua. Tolong. Jangan saya beri
teori, dikuliahi itu dan ini, dinasihati dengan petuah-petuah zaman kiwari.
Cukup, cukup, cukup.

Telanjangi saya sekarang dan mandikan saya bersih-bersih..

Pleaaassseee...